Jumat, 23 Oktober 2009

Cerpen: Lewi Natanya

Kenapa Harus Aku yang Seperti Ini

Oleh:

Lewi Natanya Josia Putra

XI IPA 2

“Yahh bagaimana ini? Masa seperti ini saja sudah kalah?! Ayo pasang lagi, jangan mau kalah dengan dia.”, suara melengking seorang wanita menghancurkan suasana hening di sekitarnya. Bersamaan dengan suara yang mengisi keheningan itu, gumpalan asap kecil dari mulutnya terlihat berterbangan di udara, menyatu dengan asap yang terlebih dahulu memenuhi ruangan kecil dan kusam tersebut. Tempat itu hanya berisi tiga kursi kayu yang mendampingi sebuah meja kecil yang selalu berserakan uang dan kartu dari sore hingga malam.

“Uang saya bisa habis ni kalo begini caranya. Saya pulang dulu mba, minta uang ke suami dulu nanti baru kita lanjutkan permainan ini.”, sahut seorang wanita muda menanggapi ucapan mba Imah sembari beranjak dari kursinya dan hanya meninggalkan ruang kecil itu dengan dua orang sahabatnya.

“Ya sudah kalo gitu. Ambil yang banyak ya, kan kamu bakal kalah lagi.”, canda mba Imah sambil mengelus-ngelus perutnya. Hampir genap sembilan bulan yang lalu ia menyadari keberadaan anaknya yang kedua ini. Wanita bunting inipun mulai mengumpulkan kartu-kartu yang berserakan di atas meja dan memberikan kepada temannya itu, tak lupa ia kembali menghisap putung rokoknya yang tinggal setengah saja. “Tolong kamu siapkan dulu ya, aku mao cari angina dulu di luar. Nafasku sudah mulai susah.”

Mba Imah berjalan ke luar ruangan dan secepat mungkin berusaha untuk mencapai pintu rumahnya yang memang sudah terbuka. Matanya pun dengan gesit memandang ke langit dan menyaksikan sang mentari yang sepertinya ingin beristirahat di balik pergununungan. Seketika bulu kuduknya berdiri karena angin sepoi-sepoi menyambut kedatangannya di depan pintu. Suasana sore itu terlihat sangat bersahabat. Mba Imah pun tak inging kembali kepada temannya yang sedang menunggunya. Ia mengambil kursi dah duduk di teras rumah putihnya yang sudah hampir rapuh. Hati kecilnya mulai berangan,”Ah andaikan sekarang suami ku bisa sama-sama menikmati indahnya sore ini bersamaku, pasti sangatlah senang dirinya.” Setetes air mata tercucur dari mata kirinya penuh haru karena mengingat suami yang tak lama meninggalkannya.

Seolah-olah aku sebagai anak mengerti perasaan ibuku, aku sudah tidak mau lebih lama berada di perut ibuku. Aku ingin keluar untuk menghibur ibuku yang tak kuasa menahan aliran air matanya yang telah membendung.

Mba Imah berteriak,”Aduu sakit sekali rasanya. Tolong! Tolong! Anakku sudah minta keluar.” Pamanku yang sedang nongkrong di warung seberang melihatnya kesakitan minta tolong. Paman berlari dengan sangat cepat.

“Ayo ade aku gendong saja ke rumah sakit.”, tanpa menunggu jawaban dari ibuku, aku dan ibu lekas di bawa lari ke rumah sakit. Entah napa aku sepertinya tidak sabar ingin melihat ibuku. Walaupun aku tahu itu membuatnya menjadi kesakitan sekali.

Matahari pun sudah berganti dengan bulan. Memang hanya beberapa jam saja sejak aku melonjak. Tapi seakan-akan waktu berjalan sangatlah lama. Namun demikian kepalaku merasakan alam yang berbeda yang mulai kumasuki. Tidak lama rasa itu sudah sampai ke kakiku dan akupun menjerit sekeras-kerasnya.

Akhirnya aku di selimuti dengan kain yang menghangatkan tubuhku. “Selamat Bu, anaknya laki-laki.”, dari tangan seorang wanita aku di berikan kepada tangan seorang wanita lainnya yang terbaring lemas. Aku tidak tahu menau siapa wanita jelita yang akan segera menerimaku untuk dipeluknya, tetapi batinku mengatakan itu ibuku dan aku sudah sampai kepada pelukan ibuku. Pelukan yang berbeda dari apapun. Aku bisa merasakan kehangatan yang berbeda dari selimut biru muda ini dan kasih sayang yang sungguh mendalam terlihat dari senyum indah di wajahnya. Inilah yang aku mau selama ini. Aku ingin ibu tersenyum ketika melihatku di dekapan tangannya. Senangnya melihat ibu yang tersenyum lega sekarang.

Aku kemudian terlelap di pelukan ibuku, dan entah berapa lama ku habiskan waktuku untuk memejamkan mata, tetapi saat aku bangun aku sudah berada di sebuah rumah kecil yang sangat sederhana. Rumah yang hanya ditiduri oleh dua orang sejak kehadiranku ini, dan di sinilah aku mulai bertambah dewasa. Badanku tambah tinggi seiring dengan bertambahnya berat badanku. Aku senang bemain dengan teman-teman. “Awas nil nanti kamu jatuh.”, seru ibuku tiap aku sedang berlari di depan rumah. Ya. Aku di panggil oleh ibu dengan nama yang sangat unik yaitu Danil, dialah juga yang selalu membacakan dongeng saat kita berdua ingin tidur.

Waktu terus berjalan dan tidak terasa aku sudah tinggal di rumah ini hampir dua belas tahun. Semakin hari ku lalui, semakin tidak lazim perlakuan teman-teman kepadaku. “eh aneh!”, teriak mereka setiap memanggil ku. Sekarang setiap kali aku terpaksa mengurungkan niatku untuk berkumpul dan berbincang-bincang dengan temanku. Aku tahu mereka akan menjauhi ketika aku menyusul mereka, dan itu sudah biasa menjadi tontonan sehari-hari. Aku tidak mengerti mengapa aku diperlakukan seperti bukan bagian dari mereka. Padahal sejakku masi batita, merekalah yang selalu bercanda-tawa denganku. Yang aku tahu hanyalah semuanya kelihatan seperti yang biasa ku jalani. ‘Hidup ini sungguh indah rasanya, penuh kecerian dan kasih sayang yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata’ kutipan ini yang menjadikan ku dulu sangat senang. “ tapi apakah itu sudah mulai terhilang dalam benakku?”, lamunku di sore hari. Memang aku merasakan aku bukan seperti aku yang dulu lagi, bukan Danil yang tertawa setiap harinya, dan bukan anak lelaki yang bisa bergaul dengan mudahnya lagi. Aku sudah berubah sekarang, tetapi aku tidak menyadari itu. Lebih daripada itu aku tidak tahu sekarang ibu juga turut memperlakukan ku dengan tidak wajar sama sekali. Tapi aku tak punya hak untuk melawan dan hanya untuk menuntut kasih sayang pun aku tak berani.

“Tok tok tok.”, suara pintu kayu rumah itu mengaggetkan ibuku yang sedang memasak. “Misi mba. Mba, bagaimana kabar Danil? Anak ini sebenernya tak bermasalah ya? Kok saya perhatikan kelakuannya aneh sekali belakangan ini”, bisik Pamanku di suatu pagi yang cerah sembari ibu sibuk merapikan meja dari kartu yang berserakan dan putung-putung rokok di bawah meja,” sepertinya dia ituu…kelainan mental. Bisa saja agak cacat mental.” Perbincangan itu mereka lakukan sangat serius dan tampaknya mereka tidak mengetahui bahwa aku telah tersadar dari tidur ku yang nyenyak di pagi itu. Kupanjangkan tanganku ke atas sembari mulutku menganga karena menguap. Segera ku bangun dari tempat ku berbaring dan ingin berjalan ke luar. Namun suara laki-laki yang sepertinya sangat sudah sangat ku kenal terdengar dari ruang tamu.

“Iya memang dia itu agak susah untuk di ajar, hanya semaunya saja. Sepertinya dia memang cacat tapi aku ini ga pernah berani mengatakan kepada siapapun.”, lanjut ibuku menjawab pertanyaan paman.

Pikiran inipun langsung berkerja mencerna pembicaraan mereka berdua. Aku tak tahu apa itu sebenarnya cacat mental. Ku rebahkan tubuhku di atas ranjang ku lagi, dan mulai merenung. Kepalaku seakan-akan mulai memanas untuk memikirkan hal yang ku anggap penting bagiku namun yang tetap ku tidak pernah mengerti. Sudah cukup besar untukku mengetahui apa yang menimpaku sekarang. Jawaban yang ku perlu sekarang dan aku sepertinya benar-benar berada di suatu titik di mana aku ini tidak menemukan jalan lain. Tiba-tiba nyeri yang tidak pernah ku rasakan sebelumnya datang ke kepala ini. Kini sungguh aku tak mampu menahannya lagi dan dengan semampuku aku memanggil ibu. “Ibu kepala ku sakit sekali ini.” Sejauh ini kepalaku sering terasa sakit, namun sepertinya kecerian dan kasih sayang yang ku terima seolah-olah bisa membalut setiap luka di dalam tubuh ini. Cinta ibu sudah mulai berubah lagi, mungkin itulah sebabnya aku ga bisa lagi menahan nyeri ini.

“Anakku ada apa?!”, teriak ibu dengan bergegas menghampiriku. Ketika di lihatnya aku sudah tak sadar. Langsung saja aku ini di bawa lari ke Rumah Sakit tempatku dilahirkan. Setibanya di sana, kasur yang menopang tubuhku pun lekas menuju ke ruang ICU. Berjam-jam aku tidak bisa sadar dari alam bawah sadarku hingga akhirnya dokter angkat suara kepada ibu dan paman.

“Gangguan saraf dok?”, nada suara yang menunjukan perasaannya yang sangat terkejut keluar dari mulut ibu karena mendengar apa yang sebenarnya di alami.

“Iya ada virus berbahaya sudah merusak saraf anak ibu sehingga merusak mentalnya. Apakah si anak tidak pernah mengeluh akan kondisinya?”, tanya dokter penuh penasaran. Tanpa menghiraukan apapun, paman segera membawa ibu untuk duduk kembali sampai aku mulai sadar. Hampir genap dua hari aku belum membuka mataku untuk bangun kembali, tapi batinku bisa merasakan ibu mendampingiku dengan lemas di sebelah ranjang tempat anaknya berbaring. Ketika ku tersadar, aku menyadari bahwa aku hanya sendirian di kamar ini. Tiba-tiba suster datang masuk ke dalam kamar ku dan menanyakan keadaanku bagaimana. Dengan muka panik dan penuh penasaran segera aku bertanya kepada suster ”Sus di mana ibuku?”

“Dia sudah pergi dari Rumah Sakit ini dari tadi siang de.”. sahut suster berusaha menenangkan perasaanku ini.

Akupun langsung loncat dari kasur dan berjalan menuju pintu. “Mana ibu? Aku mau ketemu dia sekarang!”, aku mulai melangkah sedikit cepat. Namun suster itu menahanku untuk berjalan keluar dari ruangan meskipun aku tak peduli apa yang seharusnya ku lakukan. Aku hanya ingin bertemu ibu.

Braakkk!! Suara pintu yang terbanting membuat suasana sepi menjadi pecah dan semua orang di lorong itu menoleh ke arah ku. Aku tidak tahu kenapa mereka harus menoleh ke arahku dan matanya mengikuti kemana aku pergi. Abaikan apa yang ada dan dengan langkah terburu-buru aku segera mencari meja receptionist.

“Ibu kamu sudah pulang. Ia hanya menyediakan biaya penginapanmu untuk tiga hari saja.” Mulutku sedikit terbuka tetapi tidak satu katapun keluar dari mulut kecil ini. Ku tak peduli apa katanya, aku mencari pintu keluar untuk menemui ibu.

Sebelum aku menlangkahkan kakiku keluar Rumah Sakit, ada seorang pria muda yang berteriak, ”Tahan dulu anak itu. Tolong pa satpam jangan biarkan dia keluar.” Ketika ku menoleh ke arah suara itu berasal, tiba-tiba pinggang ku di genggam oleh sepasang tangan yang sangat kuat. Aku berusaha semampuku untuk melepaskan diri dari cengkraman petugas. Ketika ku menoleh ke atas, ternyata pria yang tadi berteriak mengampiriku.

“Tadi saya lihat ibumu sudah pulang.”, lelaki itu berkata penuh kesabaran.

“Aku mao bertemu dia sekarang.”, pinta ku memaksanya dengan mencurahkan air mata. Lelaki itu membawaku untuk duduk sejenak di ruang tunggu dan ia mulai berbincang-bincang denganku. Hatiku sudah terasa lebih tenang sekarang walaupun tetap hanya bersama ibulah yang bisa membuatku tenang.

“Sudah saya harap kamu mengerti ya Danil”, hibur pria yang sudah ku anggap sangat baik padaku. “Sekarang kamu ikut saya pulang saja untuk bisa tinggal di rumah saya untuk sementara waktu sampai ibu menemuimu lagi.”

Dengan pikiran hampa yang juga sangat campur aduk, aku mengikuti pria itu pulang ke rumahnya untuk tinggal bersamanya. Memang dari tampangnya sudah menunjukan bahwa ia adalah lelaki yang cukup mampu, di tambah lagi dengan kendaraan yang dikendarainya sangat berkelas. Aku duduk di sebelah pria yang sedang mengemudi. Di belakangku ada seorang wanita muda duduk dengan mengusrusi dua bayi mungil. Aku bisa merasakan ada kasih sayang yang baru yang bisa aku terima dari keluarga ini. Sungguh inilah yang ku cari-cari setelah sekian lama aku secara perlahan kehilangan kasih sayang ibu yang penuh cinta.

Ternyata keluarga ini membuat ku tak dapat memilih kata-kata yang tepat untuk mengagguminnya. Setelah ku dengar cerita dari om Michael, aku baru menyadari bahwa wanita yang duduk di belakangku ini adalah seorang yang buta. Bahkan ia juga baru saja melahirkan anak yang buta pula. Pikirku itu adalah hal yang wajar saja, “tetapi bagaimana dengan anak yang satu nya lagi?”, akupun mulai bertanya-tanya dalam diriku. Karena aku belum mau bertanya apa-apa terlebih dahulu. Baru saja aku berniat menyimpan pertanyaan itu dalam hati, om Michael justru menjawabnya, “Yang satu aku memungut anak lagi tetapi ia buta. Sehingga karena di tingggal oleh orang tuanya dan tidak ada yang mau menanganinnya.

Sepertinya baru saja ku menikmati rasa nyaman di dalam mobil mewah itu, kita sudah tiba di suatu rumah. Rumah indah yang penuh lampu di malan hari. ku tinggal di situ dengan penuh rasa tentram yang luar biasa berbeda rasanya.

Kini ku hanya mendapatkan kasih sayang dari tempat tinggal ini. Hanya berlima, termasuk aku sudah bisa membuatku aman tentram. Inilah tempatku yang sebenarnya di mana aku dapat di terima dan merekapun tidak berbeda denganku. Tawa penuh bahagia yang sudah lama tidak keluar dari mulutku ini, akhirnya bisa terdengar dari sini.

Aku bertambah besar dan beranjak dewasa, dan yang menjadi masa kelamku sudah tidak pernah lagi terlintas di benakku. Segala yang ku harapkan, yang ku inginkan dan mungkin yang telah terhilang dari ku, sudah ku raih. Namun hanya satu hal yang mengganjal di diri ini. Rasa kesepian yang mendalam bisa secara tiba-tiba menyusup ke dalam perasaanku, raut wajahku ketika itu bisa berubah drastis keadaannya. Aku kadang kala menangis di malam hari. seolah benak ini sudah penuh rasanya dengan ribuan pertanyaan yang muncul. “Aku tak pernah tahu kalau aku punya ayah, dan kenapa kini ibu harus meninggalkanku juga?”, sedih rasanya setiap kali pemikiran itu terlintas di kepalaku. Aku seakan-akan hanya anak lelaki kecil yang tidak mampu berbuat apa-apa, meskipun perasaan ini terus bermain.

Bertahun-tahun hidupku penuh kebingungan dan kerinduan akan orangtua yang sangat mendalam. Menemui ibu dengan segera adalah impianku, karena om Michael selalu menjanjikan hal itu akan terjadi. Meskipun aku tak sepenuhnya yakin bahwa aku bisa bertemu dengan ibu tercinta. Hingga pada satu siang ketikaku sedang bersenda-gurau dengan anak-anak om Michael, pintu rumah diketok oleh seseorang. Lekas saja tanpa berpikir panjang ku bukakan pintunya, dan hal aneh sudah kurasa. Batin ku tahu bahwa ini adalah orang penting dalam hidupku. “Misi de, ibunya ada?”, tercengang aku melihatnya. Ku perhatikan lekuk wajahnya yang sepertinya sudah ku kenal sekali.

“Ibu?”, tanya ku penuh penasaran.

“Ya ibu kamu ada di rumah?”, tanyanya meyakinkanku.

“Bukan, maksudku wanita yang di depanku ini adalah ibuku?”, seketika itu juga aku sangat terkejut, demikian juga ibu yang sudah lama tak ku jumpai. Ya perasaan senang bercampur bingung yang memenuhi tubuhku. Segera ku berbincang-bincang dengannya sambil memanggilkan om Michael. Merekapun ku tinggal berdua untuk berbicara dengan bebasnya.

Stetelah selesai,”Ibu akan tinggal di sini sekarang bersama-sama dengan kita.”, kata om Michael berkata kepadaku. Ibupun menganggukan kepalanya pertanda ia sudah setuju.

“Kenapa bisa begini?”, aku bertanya dengan penuh semangat dan senyum yang lebar. Ibu kemudian menceritakan semuanya dari awal ia meninggalkan aku dan sebagainya. “Aku sebenarnya sudah menderita sakit terus menerus bu, tapi rasa pusing itu selalu ku tahan demi ibu tidak memikirkannya. Dan aku ga mau merepotkan ibu, sehingga mungkin saja perhatian ibu kepadaku malah semakin berkurang.” Sebenarnya ibu kaget mendengar pernyataanku itu. Ia tidak menyangka bahwa anaknya begitu rela kesakitan hanya demi agar kebahagiaan mereka bisa terus berjalan.

“Maafkan ibu Nil kalo sampai ibu harus meninggalkanmu, padahal pengorbananmu buat ibu melebihi pengorbanan ibu buat kamu.” Mungkin itu lah sebanya mengapa ibu memutuskan untuk tinggal bersama-sama dengan ku. Di sinilah dan sekarang lah sudah ku temukan seseorang yang bisa menjawab semua pertanyaanku, mengisi semua kekosongan di hati ku, dan menghibur setiap kesipian di diriku.

Akhirnya c anak ngakuin kalo dy tu udh nahan sakit bertahun-tahun demi ibunya ga pikiran n ambil pusing

Cerpen : Dio Finus

Kenangan yang Berbekas

Hai, mungkin kalian tidak akan mengenalku, tapi seiring berjalannya cerita pasti kalian bisa tau. Dulunya aku tidak ada di tempat dimana aku berdiri ini. Dulu tempatku ini hanyalah hutan pohon karet yang luas, tetapi orang-orang mulai datang dan mengubah tempat ini, yang dulunya hutan menjadi sebuah tempat yang indah, dan disinilah aku dan teman-temanku berada. Orang-orang biasanya menyebutku C17

Tidak lama setelah tempat ini diubah orang-orang mulai berdatangan, dan aku akhirnya bersama dengan sebuah keluarga dengan sepasang suami istri, seorang kakek, dan seorang anak laki-laki berumur sekitar tiga sampai empat tahun, dan seorang anak perempuan berumur satu sampai dua tahun, bersama dengan kedua pembantu mereka.

Kami mulai menghabiskan waktu bersama-sama. Tidak lama anak laki-laki itupun mulai bersekolah di sekolah dekat dari tempat ini, sedangkan yang perempuan masih tinggal dan bermain bersama pembantunya. Suami istri itupun tidak lama setelah mengantar anak laki-lakinya pergi bekerja sebagai wiraswasta, dan akhirnya hanya tinggal aku, anak perempuan, pembantunya, serta seorang kakek.

Ketika siang datang kakek itupun mulai pergi untuk menjemput cucunyan di sekolah dan meninggalkan cucunya yang satu lagi bersama dengan pembantu dan aku. Karena jarak yang tidak jauh maka tidak lama pun mereka sudah kembali lagi. Sore pun dengan cepat datang dan bersamaan dengan itu sepasang suami istri itupun pulang dari pekerjaan mereka. Mereka berkumpul dan tertawa bersama, hanya denga melihat mereka saja aku sudah senang.

Setelah lewat sekitar dua tahun, akhirnya hadir anggota baru, yaitu sepasang anak kembar laki-laki datang kedalam keluarga ini. Dan tidak lama setelah anak itu lahir, kejadian yang tidak diharapkan pun terjadi. Kejadian ini sangat tidak diharapkan bagi setiap anggota keluarga ini, suami istri itupun mulai sekarang menutup tokonya lebih cepat dari biasanya, bahkan mereka terkadang tidak membuka tokonya karena takut dengan keadaan yang sudah semakin kacau ini.

Malam pun tiba dan para kepala keluarga mulai keluar dengan kesiapan mereka masing-masing, aku pikir ini akan menjadi malam yang sangat panjang sampai saat ini. Ada yang berkata “jangan kalau kau melakukan semua ini akan menjadi tambah gawat dan bisa saja kamu terbunuh.” Ada juga yang mengatakan dengan suara yang sayup “janganlah kamu berbuat begini, ini sama saja dengan kau bersedia menjadi kurban keganasan mereka.” Beberapa keluarga mulai panik ketika malam datang, mereka takut musuh muncul.

Malam itu menjadi malam yang panjang bagi setiap kepala keluarga disini. Pak RT pun datang dan mulai mengadakan rapat kecil. “mungkin saja ini bisa menjadi malam terakhir bagi kita, tetapi ini tidak boleh menjadi malam terakhir bagi anggota keluarga kita yang kita tinggalkan dirumah.” Kata-kata itu mulai membuat semangat setiap kepala keluarga. Jika bukan kita yang menjaga keluarga kita lalu siapa lagi?” tanya pak RT. Semua terdiam dan membisu, mereka mulai terbawa perasaan sunyi yang penuh dengan semangat juang didalamnya.

Malam mulai berlalu dan pagi pun mulai datang menyambut para orang yang telah dengan gigih mempertahankan kedamaian tempat ini. Para anggota keluarga bangun dengan gembira menyambut anggota keluarga yang telah pulang tanpa luka sedikitpun. Anak-anak mulai bangun tetapi mereka tidak dapat pergi ke sekolah melihat situasi seperti ini, dan tampaknya sekolah juga ditutup sementara sampai ini semua berakhir.

Aku berusaha menjaga mereka disetiap detiknya, pikirku buat apa aku dibangun dengan batu bata dan dibangun dengan kuat kalau bukan untuk melindungi orang yang berada di dekatku. Siang ini pun berlalu dengan damai, dan tampaknya belum ada kejadian yang berarti.

Petang pun tiba dan suasana mulai memanas. Aku berharap apa yang kemarin terjadi terulang kembali, tidak ada seorangpun yang mengharapkan korban dalam situasi seperti ini. Malam tiba dan kakek itupun mulai terbatuk-batuk, ia mulai lemas dan tidak berdaya, kami semuapun panik, dengan kondisinya yang sekarang ini mustahil jika hanya dirawat dirumah saja. Sepasang suami istri itupun bergegas dengan sigap menelepon rumah sakit, tetapi rumah sakit tidak dapat mengirimkan mobil ambulance, karena pada saat itu tidak ada yang berani lewat dijalan-jalan besar.

Sepasang suami istri itupun mulai nekat pergi dengan mobil opel yang mereka punyai. Mereka langsung bergegas pergi ke rumah sakit yang letaknya di Jakarta. Suasana sepi sunyi dan tidak ada seorangpun yang lewat. Hanya ada para mahasiswa dimana-mana suasana di mobil itu sangat menegangkan, istrinya berkata dalam hati “tolong jangan sampai para mahasiswa itu menghentikan kami, begitu juga dengan para polisi.” Sang suami pun bergurau resah didalam hatinya.

Mereka melewati tiap jajaran polisi waktu itu, dengan perlahan namun sigap mereka bergegas menuju ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit lampu rumah sakit semuanya dimatikan, tidak ada satupun yang tetap menyala. Mereka bergegas masuk dan langsung ke meja resepsionis dan mendaftarkan kakek itu di rumah sakit tersebut. Setelah keadaan kakek itu membaik, mereka mulai bergegas pulang, tetapi ditengah jalan banyak mahasiswa yang menghadang jalan mereka.

Bergegas mereka langsung memutar jalan dan bertemu dengan seorang ojek motor yang sedang mangkal. Ojek itupun berbaik hati dan mengantar mereka pulang, setelah ojek itu berjalan sekitar seratus meter dia kembali dan memberitahu bahwa jalan yang akan ditempuh itu aman, dan begitu terus hingga sampai kembali. Waktu mereka kembali aku sangat senang dan bahagia, begitu juga keluarga mereka yang ditinggal dirumah.

Masalah tidak berhenti sampai disitu, malam ini penjagaan mulai diperketat. Semua kepala keluarga mulai menjaga seperti hari sebelumnya, tetapi dalam malam ini Pak RT memanggil satu panzer dan beberapa tentara untuk keamanan komplek ini. Beberapa orang berharap malam ini menjadi malam terakhir bagi kejadian ini sebagian orang sudah berdoa menurut kepercayaan mereka masing-masing.

Pak RT pun mulai mengadakan rapat lagi. Pak RT membuka rapat dengan mengatakan “mungkin malam ini bukan malam terakhir bagi kerusuhan ini, dan mungkin juga malam ini akan menjadi malam yang aman dikarenakan panzer yang sudah disewa tersebut, tapi ini bukan berarti kalian harus mengurangi kewaspadaan terhadap peristiwa ini.” Kata-kata itu membuat semangat tiap-tiap orang pun bangkit kembali.

Dengan adanya panzer pada malam ini mungkin malam ini tidak akan menjadi buruk, dan walaupun memburuk mungkin korban jiwa tidak akan banyak aku berharap dalam hatiku.

Malam inipun berlalu, setiap anggota keluarga menyambut kepala keluarga mereka masing-masing dengan penuh sukacita. Mereka berbahagia karena tidak ada seorangpun yang tewas pada malam ini. Pak RT sangat bersyukur tiap-tiap warganya selamat. Begitu juga dengan aku, aku sangat senang tidak ada seorangpun yang terbunuh pada malam ini, akupun bangga kalau aku juga bisa menjaga keluarga ini. Aku merasa keluarga ini menjadi keluargaku juga, karena kita menghabiskan malam dan siang bersama.

Pada siang hari di tiap televisi mengabarkan bahwa semua ini berakhir. Akhirnya Soeharto pun turun dan semuanya mulai pulih. Kejadian ini mulai terkenal dimana-mana dan sering disebut kerusuhan tahun 99, dimana ini semua terjadi dan dimana ini semua berakhir. Jangka waktu kejadian ini tidak lama hanya beberapa hari, tetapi kengerian yang ditimbulkan oleh kejadian ini sangat menyeramkan. Banyak orang-orang yang terbunuh pada kejadian ini.

Ini semua terjadi dikarenakan para mahasiswa ingin Soeharto turun dari masa jabatannya yang sudah lama, pada saat Soeharto turun, pada saat itu juga masa orde baru pun berakhir.

Mungkin ini kisahku yang sederhana tetapi kisah ini sangat berarti bagiku dan berbekas didalam hatiku, kisah ini sangat menyeramkan tetapi sangat berarti dalam hidupku. Mungkin untuk beberapa orang yang masih tidak mengerti siapa aku, aku adalah sebuah rumah yang diam berdiri kuat untuk melindungi keluarga yang berdiam didalamku.

Nama: Dio Finus N.

Kelas: XI.IPA.II

Minggu, 11 Oktober 2009

Pengetahuan Umum tentang Cerpen

Kegiatan menulis, atau mencipta karya sastra, dimulai dari adanya ide. Begitu pula dalam menulis cerita pendek (cerpen). Ide adalah gagasan dasar yang menjadi landasan tematik bagi penulisan cerpen.

Istilah cerpen ( cerita pendek) sering dikaitkan dengan jumlah kata-kata yang dipakai untuk menarasikan ide cerita. . Yang membedakan cerpen dengan bentuk prosa lain bukanlah pada jumlah kata-kata yang dipakai tetapi pada konflik yang dinarasikan. Cerita pendek memiliki 1 konflik cerita utama sementara novel, roman , dan cerita bersambung memiliki berbagai konflik cerita. Secara faktual tentu saja jumlah kata yang dipakai antara cerpen dan novel sangat berbeda.

Dalam perjalanannya , sekalipun cerpen menarasikan 1 konflik cerita tetapi di tangan pengarang yang kreatif hasil akhirnya akan mirip dengan novel. Untuk hal itu, di bawah ini dibedakan cerita pendek berdasarkan jumlah kata:
  1. Cerpen mini ( cermin) / flash , terurai atas <>
  2. Cerpen ideal 3000 - 5000 kata
  3. Cer- pan 10.000 kata
Unsur Pembangun Cerita Pendek
  • Unsur intrinsik : unsur yang secara langsung membangun konstruksi cerita.
  • Unsur ekstrinsik : unsur di luar cerita yang memengaruhi gaya cerita dalam cerpen.
Unsur Intrinsik terdiri dari:
a. Tema : gagasan utama cerita. Tema menjadi semacam benang merah yang merangkai unsur-unsur cerita, sejak alur, plot, sampai penokohan dan karakterisasi tokoh-tokohnya, menjadi sebuah cerpen yang seutuhnya.

b. Plot / alur cerita : proses penggambaran konflik yang terbagi menjadi.Alur adalah pergerakan cerita dari waktu ke waktu. Ada alur progresif (runtut), ada kilas balik (flash back), dan ada percampuran antar keduanya. Alur dibangun oleh narasi, deskripsi, dialog, dan aksi/laku (action). Narasi adalah pelukisan yang dinamis, penggambaran gerak (action) tokoh-tokohnya, serta pergerakan benda-benda yang menjadi penyebab atau akibat aksi para tokoh cerita. Deskripsi adalah pelukisan suasana yang statis, cenderung tetap, seperti suasana kamar yang berantakan, atau bangunan yang luluh lantak oleh bom. Dialog adalah kata-kata yang diucapkan oleh tokoh-tokoh cerita. Ada dialog lahir (terucapkan), ada dialog batin (tidak terucapkan). Sedangkan laku/aksi adalah aktivitas fisik, gerakan anggota badan, dan perbuatan tokoh-tokoh cerita. Tahapan-tahapan ide cerita dituangkan dalam tahapan alur sbb:
  • pengenalan konflik
  • penajaman konflik
  • puncak konflik( klimaks)
  • penyelesaian konflik
  • akhir konflik
c. Penokohan dan karakter : tokoh yang mengemban gagasan cerita. Sedangkan penokohan adalah penciptaan tokoh-tokoh cerita yang dibutuhkan oleh tema dan plot. Contoh sederhananya: untuk tema cinta yang berakhir bahagia, misalnya, cukup dibutuhkan sepasang kekasih dan orang tua yang akhirnya merestui hubungan mereka. Tapi, untuk kisah cinta yang tragis, perlu diciptakan tokoh antagonis, yang membuat hubungan sepasang kekasih itu terbentur-bentur, mengalami krisis, dan berakhir getir. Di sinilah diperlukan apa yang disebut karakterisasi, yakni penciptaan karakter tiap tokoh cerita, agar mereka bisa menggerakkan plot. Karakter tiap tokoh digambarkan melalui narasi, deskripsi, dan dialog. Semakin tajam perbedaan karakter antar-tokoh cerita, akan makin tajam konflik yang terjadi, dan plot akan gampang bergerak ke arah krisis untuk menuju klimaks. Plot menjadi kental, penuh ketegangan (suspense), sehingga cerita tidak bergerak datar tapi dinamis.
  • Tokoh utama ( perannya bisa protagonis atau antagonis )
  • Tokoh pembantu( tokoh tritagonis)
  • Tokoh tambahan ( tokoh tritagonis)
Dalam penokohan dikenal juga istilah tokoh statis ( tokoh yang karakternya tidak berubah dari awal sampai akhir cerita) ; tokoh dinamis ( tokoh yang mengalami perubahan karakter).
Tokoh protagonis adalah tokoh yang biasanya berkarakter baik sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang biasanya digambarkan dengan karakter jahat.

d.Latar adalah 'frame' tempat cerita itu dikisahkan. Latar menyangkut tempat, suasana, dan
waktu.
e.Amanat / pesan moral : nilai-nilai yang ingin disampaikan melalui cerita.

Unsur ekstrinsik adalah unsur di luar unsur-unsur di atas tetapi memberi kontribusi yang berarti dalam membangun suasana dan gaya cerita . Unsur ekstrinsik menyangkut latar belakang budaya, keyakinan, pengetahuan dan budaya penulisnya. Semua itu akan memberi nuansa yang khas dalam gaya penceritaan.

Sabtu, 03 Oktober 2009

Kalimat Efektif

Ketika membuat suatu tulisan, karangan, ataupun membuat suatu bagian yang lebih sederhana dari karangan yaitu kalimat, kita sering menghadapi banyak persoalan. Salah satunya adalah apakah kalimat yang kita buat itu efektif atau tidak, sehingga pembaca bisa memahami apa yang ingin kita ungkapkan.

Sebelum dapat membuat atau bahkan membetulkan suatu kalimat menjadi efektif, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan kalimat efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu dipakai untuk menyampaikan informasi dari pembicara atau penulis kepada lawan bicara atau pembaca secara tepat. Ketepatan dalam penyampaian informasi akan membuahkan hasil, yaitu adanya kepahaman lawan bicara atau pembaca terhadap isi kalimat atau tuturan yang disampaikan. Lawan bicara atau pembaca tidak akan bisa menjawab, melaksanakan, atau menghayati setiap kalimat atau tuturan itu sebelum mereka dapat memahami benar isi kalimat atau tuturan tersebut.

Berikut akan kita lihat kalimat-kalimat yang tidak efektif dan kita akan mencoba membetulkan kesalahan pada kalimat-kalimat itu. Beberapa jenis kesalahan dalam menyusun kalimat antara lain:

1. Pleonastis

Pleonastis atau pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu. Contoh-contoh kalimat yang mengandung kesalahan pleonastis antara lain:

· Banyak tombol-tombol yang dapat Anda gunakan.

Kalimat ini seharusnya: Banyak tombol yang dapat Anda gunakan.

· Kita harus saling tolong-menolong.

Kalimat ini seharusnya: Kita harus saling menolong, atau Kita seharusnya tolong-menolong.

2. Kontaminasi

Contoh kalimat yang mengandung kesalahan kontaminasi dapat kita lihat pada kalimat berikut ini:

Fitur terbarunya Adobe Photoshop ini lebih menarik dan bervariasi.

Kalimat tersebut akan menjadi lebih efektif apabila akhiran –nya dihilangkan.

Fitur terbaru Adobe Photoshop ini lebih menarik dan bervariasi.

3. Salah pemilihan kata

Contoh kalimat yang mengandung kesalahan pemilihan kata dapat kita lihat pada kalimat berikut ini:

Saya mengetahui kalau ia kecewa.

Seharusnya: Saya mengetahui bahwa ia kecewa.

4. Salah nalar

Contoh kalimat yang mengandung kesalahan nalar dapat kita lihat pada kalimat berikut ini:

Bola gagal masuk gawang.

Seharusnya: Bola tidak masuk gawang.

5. Pengaruh bahasa asing atau daerah (interferensi)

· Bahasa asing

Contoh kalimat yang mengandung kesalahan karena terpengaruh bahasa asing terlihat pada kalimat berikut:

Saya tinggal di Semarang di mana ibu saya bekerja.

Kalimat ini bisa jadi mendapatkan pengaruh bahasa Inggris, lihat terjemahan kalimat berikut:

I live in Semarang where my mother works.

Dalam bahasa Indonesia sebaiknya kalimat tersebut menjadi:

Saya tinggal di Semarang tempat ibu saya bekerja.

· Bahasa daerah

Contoh kalimat yang mengandung kesalahan karena terpengaruh bahasa daerah dapat kita lihat pada kalimat berikut:

Anak-anak sudah pada datang.

Dalam bahasa Indonesia sebaiknya kalimat tersebut menjadi:

Anak-anak sudah datang.

Contoh lain pengaruh bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa, juga dapat kita lihat pada kalimat berikut. Penulis menemukan contoh ini dari sebuah rubrik di tabloid anak-anak Yunior.

Masuknya keluar mana? (Jawa: Mlebune metu endi?)

Kita sebaiknya mengganti kalimat tersebut dengan: Masuknya lewat mana?

6. Kata depan yang tidak perlu

Sering kali kita membuat kalimat yang mengandung kata depan yang tidak perlu seperti pada kalimat berikut:

Di program ini menyediakan berbagai fitur terbaru.

Agar menjadi efektif, sebaiknya kita menghilangkan kata depan di, sehingga kalimatnya menjadi:

Program ini menyediakan berbagai fitur terbaru.

Ada beberapa hal yang mengakibatkan suatu tuturan menjadi kurang efektif, antara lain:

1. Kurang padunya kesatuan gagasan.

Setiap tuturan terdiri atas beberapa satuan gramatikal. Agar tuturan itu memiliki kesatuan gagasan, satuan-satuan gramatikalnya harus lengkap dan mendukung satu ide pokoknya. Kita bisa melihat pada contoh berikut:

Program aplikasi MS Word dapat Anda gunakan sebagai pengolah kata. Dengan program ini Anda dapat melakukan berbagai aktivitas perkantoran seperti mengetik surat atau dokumen. MS Word adalah produk peranti lunak keluaran Microsoft.

Kalimat-kalimat pada contoh tersebut tidak mempunyai kesatuan gagasan. Seharusnya setelah diungkapkan gagasan tentang “fungsi MS Word” pada kalimat pertama, diungkapkan gagasan lain yang saling bertautan.

2. Kurang ekonomis pemakaian kata.

Ekonomis dalam berbahasa berarti penghematan pemakaian kata dalam tuturan. Sebaiknya kita menghindari kata yang tidak diperlukan benar dari sudut maknanya, misalnya:

· membicarakan tentang transmigrasi

Seharusnya: membicarakan transmigrasi

· sudah pada tempatnya apabila

Seharusnya: sudah selayaknya apabila

· Depresi ekonomi bukan hanya dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah, tetapi juga dirasakan oleh kelompok elite pribumi.

Seharusnya: Depresi ekonomi dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah dan kelompok elite.

Atau: Depresi ekonomi dirasakan kaum pribumi di semua lapisan.

3. Kurang logis susunan gagasannya.

Tulisan dengan susunan gagasan yang kurang logis dapat kita lihat pada contoh berikut:

Karena zat putih telurnya itulah maka telur dan dagingnya ayam itu sangat bermanfaat untuk tubuh kita. Semua makhluk dalam hidupnya memerlukan zat putih telur, manusia untuk melanjutkan hidupnya perlu akan zat putih telur.

Kita dapat membuat tulisan itu menjadi efektif seperti berikut:

Semua makhluk hidup memerlukan zat putih telur yang berasal dari telur dan daging ayam. Manusia adalah makhluk hidup. Jadi, manusia memerlukan zat putih telur yang berasal dari telur dan daging ayam untuk melanjutkan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa telur dan daging ayam sangat bermanfaat bagi tubuh.

4. Pemakaian kata-kata yang kurang sesuai ragam bahasanya.

Pemakaian bahasa tidak baku hendaknya dihindari dalam ragam bahasa keilmuan.

· Penulis menghaturkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Gatot A.S atas bimbingannya dalam menyelesaikan buku ini.

· Sehubungan dengan hal itu Takdir Alisyahbana bilang bahwa hal bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa internasional.

Pemakaian kata menghaturkan dan bilang tidak tepat untuk ragam bahsa keilmuan, sehingga kata-kata tersebut sebaiknya diganti dengan mengucapkan dan mengatakan.

5. Konstruksi yang bermakna ganda.

Suatu kalimat dipandang dari sudut tata bahasanya mungkin tidak salah, namun kadang-kadang mengandung tafsiran ganda (ambigu) sehingga tergolong kalimat yang kurang efektif. Kalimat yang memiliki makna ganda dapat kita lihat pada kalimat-kalimat:

· Istri kopral yang nakal itu membeli sepatu.

Unsur yang nakal itu menerangkan istri atau kopral ? Jika yang dimaksud nakal adalah istri, maka kalimat itu seharusnya menjadi:

Istri yang nakal kopral itu membeli sepatu.

· Penyuluh menerangkan cara beternak ayam baru kepada para petani.

Kata baru pada kalimat itu menerangkan kata ayam atau cara beternak? Jika kata baru menerangkan cara beternak, kalimat itu menjadi lebih baik seperti kalimat berikut:

Penyuluh menerangkan cara baru beternak ayam kepada para petani.

6. Penyusunan kalimat yang kurang cermat.

Penyusunan yang kurang cermat dapat mengakibatkan nalar yang terkandung di dalam kalimat tidak runtut sehingga kalimat menjadi kurang efektif.

Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan ialah untuk mengelola sejumlah manusia memerlukan keprihatinan serta dedikasi yang tangguh.

Kalimat tersebut dapat diperbaiki seperti berikut:

· Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan, yakni pengelolaan sejumlah manusia, memerlukan keprihatinan serta dedikasi yang tangguh.

· Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan ialah pengelolaan sejumlah manusia. Hal ini memerlukan keprihatinan dan dedikasi yang tangguh.

7. Bentuk kata dalam perincian yang tidak sejajar.

Dalam kalimat yang berisi perincian, satuan-satuan dalam perincian itu akan lebih efektif jika diungkapkan dalam bentuk sejajar. Jika dalam suatu kalimat perincian satu diungkapkan dalam bentuk kerja, benda, frasa, maupun kalimat, perincian lainnya juga diungkapkan dalam bentuk kerja, benda, frasa, maupun kalimat juga (sejajar). Contoh kalimat yang perinciannya tidak sejajar:

· Kegiatan penelitian meliputi pengumpulan data, mengklasifikasikan data, dan menganalisis data.

Seharusnya:

Kegiatan penelitian meliputi pengumpulan data, pengklasifikasian data, dan penganalisisan data.

· Dengan penghayatan yang sunguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras, serasi, dan seimbang.

Seharusnya:

Dengan menghayati secara sunguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras, serasi, dan seimbang.

Atau:

Dengan penghayatan yang sungguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras, serasi, dan seimbang.

Dari berbagai sumber.