Senin, 09 November 2009

Cerpen Tommy Paramita

Aku, Bukan Aku, Tapi Aku

Oleh Tommy Paramita Tharsiman

Gelap, dingin, sunyi, yang bisa kudengar hanya suara AC di kamarku. Aku masih memejamkan mata. Tapi pikiranku sudah setengah sadar. Kalau orang bilang, aku ini setengah tidur. Aku mulai membalikan badanku ke sisi yang berlainan. Tapi dengan membalikan badan seperti itu, aku semakin tenang dan nyaman, karena kalau tidur menyamping seperti itu dan tidak mengubah posisi, aku pasti akan merasa pegal dan bahkan kesemutan. Aku yang semula sudah setengah tidur itu memutuskan untuk kembali masuk ke alam relaksasi yang lebih mendalam, yaitu kembali tidur dengan pulas.

Aku hampir saja tertidur pulas kembali, tapi tiba-tiba aku sadar, kalau aku merasakan sesuatu yang tidak enak di perutku. Makanya tadi aku jadi setengah sadar. Aku memutuskan untuk mengabaikannya dan kembali tidur pulas. Aku berusaha. Tapi tidak pernah bisa tidur pulas. Karena perutku yang terasa tidak enak itu, aku ingin buang angin. Jadi aku lakukan hasratku itu.

“breet..!!” begitulah bunyinya.

Tapi saat itu juga, aku merasakan sesuatu yang tidak nyaman di dalam celana dalamku. Agak sedikit basah. Dan aku dapat mencium bau yang sangat tidak sedap.

“ya ampun!! Aku kecepirit..!!”

Aku langsung terbangun dari tidurku dan sadar kalau celana dalamku sudah basah dan kotor. Terutama pada bagian bokongku. Aku buru-buru keluar dari kamarku dan lari menaiki tangga. Karena gelap, aku tidak dapat melihat dengan jelas sehingga aku terjatuh saat menaiki tangga. Tapi aku langsung bangun dan lari ke toilet di lantai dua, menanggalkan celana dan celana dalamku yang sudah menjijikan itu dan langsung duduk di kloset, melepas hasrat yang lebih besar, yaitu buang air besar.

“aahh..lega ni..ga apa-apa deh kecepirit, yang penting ga berak di kasur,” aku mengatakannya dalam hati sambil sedikit tersenyum lucu setelah mengalami kejadian ‘rahasia’ yang kalau orang tahu, aku pasti sangat malu.

Tapi aku tidak takut, karena saat itu tidak ada orang yang tahu. Hanya aku.

Setelah selesai melepas hasrat itu, tanpa berpikir panjang aku langsung keluar dari toilet, jalan ke kamarku tanpa busana bagian bawah dan mengambil celana baru di lemari. Aku memakainya dan kembali ke tempat tidur.

Aku melihat jam dinding yang digantung menghadap ke tempat tidur, sehingga aku dapat melihat jam tanpa terbangun dari tempat tidurku. Jam tersebut menunjukan kalau saat itu masih larut malam.

“ooh..masih jam 12 malem..aku makin aman deh, ga ada yang tau ni. Uda ah. Aku mau tidur.besok kan masih mau sekolah,” kataku dalam hati sambil sedikit tersenyum.

Aku mulai memejamkan mata dan kembali merasakan relaksasi yang begitu mendalam. Aku tidak dapat membuka kedua mataku karena mataku sudah sangat relaks. Tubuhku terasa tenggelam di dalam kasur tempat tidurku, dan itu terasa sangat nyaman. Aku seakan tidak mau kembali sadar karena saat aku dalam kondisi sadar, aku tidak akan merasakan relaksasi dan kenyamanan seperti ini.

Pikiranku kosong, sangat tenang. Tapi aku masih dapat mendengarkan suara jangkrik di luar rumahku, suara AC di kamarku, dan bahkan suara jam dinding yang berdetik di kamarku. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku. Pikiranku sangat focus dan tenang sehingga dapat mendengar secara detil. Aku tahu ini bukan tertidur karena aku masih sadar. Anehnya, aku sadar tapi aku juga tidak sadar. Aku tidak tahu bagaimana cara mendeskripsikan kondisiku saat ini. Tapi yang jelas aku merasakan sesuatu yang sebelumnya belum pernah aku rasakan. Mungkin setelah menahan hasrat untuk buang air besar dan melepas hasrat itu, aku jadi merasa lebih nyaman.

Lalu aku seperti mendengarkan alarm jamku berbunyi dan aku sepertinya langsung bangun, mengambil handuk dan keluar dari kamar yang lebih kecil dan tidak ada ACnya. Seperti biasa, aku seperti meminum air satu gelas di dapur dan seperti masuk ke dalam kamar mandi untuk mandi. Setelah mandi, aku seperti memakai seragam sekolah dan seperti berangkat ke sekolah.

Iya. Seperti, tapi nyata.

Aku sadar kalau sekolahku, seragamku, sepatuku, rambutku, wajahku, tubuhku, orangtuaku, kebangsaanku, namaku, dan semuanya adalah berbeda. Itu bukan aku tapi aku hanya tahu dan mengetahui kalau itu benar-benar aku. Aku bingung tapi apa boleh buat, aku jalani saja semuanya sesuai dengan apa yang aku tahu.

Biasanya aku naik mobil kalau diantar ke sekolah. Tapi kali ini aku jalan kaki. Seragam sekolahku juga tidak sebagus seragam sekolahku yang biasa. Sepatuku ada sedikit sobekan yang sudah dijahit dan kaos kakiku sudah aku pakai berkali-kali, belum dicuci karena aku hanya memiliki sepasang kaos kaki, dan itu akan aku pakai selama satu minggu bersekolah. Kaos kaki itu baru akan dicuci di akhir pekan. Itu pun aku yang harus mencucinya sendiri.

Aku sadar kali ini aku tidak punya dompet. Ada uang saku di kantong bajuku. Aku mengambilnya dan itu hanya selembar uang kertas dan beberapa koin. Aku tahu itu jatahku untuk tiga hari di sekolah. Hidup ini terasa sangat sulit jika dibandingkan dengan teman-temanku yang kaya. Aku miskin saat ini.

Setelah aku pulang sekolah, aku harus membantu ayahku yang bekerja sebagai tukang kayu. Tanganku kasar karena setiap hari aku harus bekerja dengan kayu itu. Saat itu aku pulang sekolah pada pukul 12 siang dan langsung bekerja sampai jam enam sore. Setelah itu kami sekeluarga akan makan bersama.

Aku tidak menemukan meja makan. Hanya dapur yang sangat sederhana. Ibuku selalu memasakan kami makanan yang cukup lezat meskipun sangat sederhana. Setelah kami makan, aku harus belajar. Pelajaran kesukaanku adalah biologi dan pelajaran IPA lainnya. Setiap hari aku akan mempelajari pelajaran IPA tersebut meskipun tidak ada tugas.

Nilai raporku sangat baik sehingga aku mendapatkan beasiswa bersekolah di sekolahku saat ini yang membutuhkan biaya mahal untuk dapat masuk. Tanpa beasiswa itu aku tidak mungkin dapat bersekolah di sana.

Seiring berjalannya waktu, aku sadar kalau sebentar lagi aku akan lulus dan harus belajar di perguruan tinggi. Aku kembali mengambil beasiswa di perguruan tinggi terkemuka dan berhasil masuk. Sekarang aku adalah calon dokter. Hatiku sangat bahagia. Aku pun belajar di perguruan tinggi tersebut dengan rajin dan berhasil menjadi salah satu lulusan terbaik di sana. Wow,ini sangat memuaskan. Aku melihat beberapa teman-teman SMAku juga telah lulus dari perguruan tinggi mereka masing-masing. Ada yang menjadi pebisnis, dokter gigi, musisi, perancang, dan lain sebagainya. Tapi ada juga yang langsung kawin setelah lulus SMA.

Sekarang aku harus melamar kerja di rumah sakit. Karena aku adalah salah satu lulusan terbaik di universitas kedokteran itu, dengan percaya diri aku langsung melamar di rumah sakit besar yang terkenal. Tapi saat ini aku kecewa. Aku tidak diterima menjadi dokter disana karena aku tidak memiliki pengalaman kerja. Akhirnya aku melamar di rumah sakit yang tidak begitu baik tapi aku diterima disana.

Aku sudah memiliki perkerjaan sebagai dokter sekarang. Aku merasa sangat bangga. Setiap kali aku pulang ke rumah, aku tidak usah lagi membantu ayahku karena dia sudah pensiun. Akulah tulang punggung keluarga saat ini. Meskipun gajiku bekerja tidak begitu besar nominalnya, tapi itu sudah cukup untuk biaya hidupku dan kedua orangtuaku selama 2 tahun.

Aku bekerja di rumah sakit itu selama dua tahun dan memiliki ruangan di pojok koridor rumah sakit itu. Di sebelah ruanganku, ada seorang dokter wanita yang sangat ramah dan baru saja diterima di rumah sakit itu. Dia lebih muda dari usiaku. Saat pertama kali aku melihatnya, aku merasakan sesuatu yang aku tidak tahu apa itu. Tapi aku mengabaikannya. Aku menyapanya dan menjadi akrab dengannya. Aku menceritakan tentang rumah sakit itu dan apa saja suka dukanya sehingga dia tidak kaget kalau ada sesuatu yang tidak diharapkan terjadi.

Lama-lama aku semakin akrab dengan wanita itu. Sekarang aku sadar, aku jatuh cinta padanya. Tapi aku takut ditolaknya. Seiring berjalannya waktu, aku memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku padanya.

Aku menulis sebuah surat yang menceritakan perasaanku padanya dan meletakkan itu di meja kerja di ruangannya. Jantungku amat berdebar-debar, bulu kudukku berdiri, dan aku merasa sangat gelisah.

Beberapa saat aku menunggunya masuk kerja tapi dia belum datang juga. Aku bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Aku duduk di kursi kerjaku dan menunggu pasien datang. Cukup lama aku menunggu dan tidak ada pasien yang datang. Tidak sengaja aku melihat laci mejaku agak sedikit terbuka dan disana terjepit secarik kertas yang dilipat dua!

Aku tidak tahu apa itu, aku mengambilnya dan membukanya. Apa yang ku temukan adalah nama dari wanita yang aku cintai tertulis disana. Aku bingung dan menjadi penasaran. Aku mencoba untuk menemukan tulisan lain tapi tidak ada.

Aku menerawang kertas itu sembari memperhatikannya dengan raut wajah yang kebingungan.

“hmmm..apa maksud dia ya??”

“eits, apa ini..??”

Aku melihat tulisan transparan yang hanya dapat dilihat bila diterawang. Tulisan tersebut membuat jantungku hampir berhenti berdetak.

“I LOVE U”

Begitulah tulisan itu ditulis dengan pen transparan. Ternyata kami memiliki perasaan yang sama. Mulai saat itulah aku menjalani hubungan asmara dengannya yang pada akhirnya aku menikahinya.

Aku menikahinya dengan sederhana dan dia mau hidup denganku meskipun aku amat tidak sempurna. Kami memiliki dua orang anak. Yang satu putra, yang satu lagi putri.

Hidupku bahagia dengannya. Aku mendapatkan tawaran kerja di rumah sakit besar tempat awal aku melamar. Aku dibayar dengan bayaran yang mahal. Aku bekerja disana dan berhasil menjadi sukses. Aku mampu membelikan orangtuaku rumah baru yang mewah. Mereka bahagia tinggal di sana. Aku membiayai hidup mereka dan melayani mereka dengan sepenuh hati sampai pada akhirnya mereka meninggal. Aku tidak sedih saat mereka pergi meninggalkanku. Aku tahu semua pasti akan meninggal karena tua.

“kalau sudah meninggal, tidak ada lagi yang harus disesalkan. Aku sudah berhasil membuat mereka bahagia dalam hidup ini. Aku sudah berhasil menjadi anak yang berbakti. Melayani orangtuaku yang amat aku sayangi. Biarpun mereka sudah tidak ada, mereka akan selalu ada di hatiku dan jasa-jasa mereka telah terukir di dalam hidupku ini. Terima kasih ayah dan ibuku tercinta.”

Aku tidak dapat menahan air mataku. Aku menangis. Istriku datang dan memelukku. Saat itu juga aku kembali sadar kalau masih ada orang yang sangat mencintai dan menyayangiku, isriku dan anak-anakku.

Tanggung jawabku saat ini sudah berkurang. Orangtuaku sudah tidak ada dan sekarang aku tinggal menghidupi keluargaku. Anak-anakku masih kecil. Tapi aku tidak takut. Istriku berhenti bekerja saat kami memiliki anak. Dia menjaga anak-anak dengan kasih sayang. Aku amat beruntung memiliki istri sepertinya.

Aku pun melihat anak laki-lakiku tumbuh dewasa dan menjadi orang sukses yang mapan. Dia menjadi direktur rumah sakit besar dan aku, ayahnya, bekeja di rumah sakit itu. Betapa bahagianya aku melihat dia. Dia juga adalah anak yang berbakti kepada orangtuanya. Setiap kali pulang kerja, dia selalu membawakan makanan yang disukai ibunya. Dia pun memenuhi kebutuhanku bekerja di rumah sakit yang dipimpinnya itu dengan amat sangat baik.

Dia juga menikahi seorang wanita yang baik dan berbakti. Dia memiliki seorang anak laki-laki. Aku memiliki seorang cucu sekarang.

Anak perempuanku juga sudah dinikahi oleh seorang pria yang baik. Aku mempercayakan anakku pada pria itu dan dia tidak membuatku kecewa. Dia dapat membahagiakan anakku. Aku merasa lega.

Aku sadar kalau aku sudah tua. Sudah saatnya aku pensiun. Beristirahat dari perjuangan hidupku yang begitu panjang dan melelahkan sampai aku bisa menjadi seperti sekarang.

Aku pensiun dan memutuskan untuk pergi berekreasi jangka panjang bersama istriku. Kami mau jalan-jalan ke luar negeri. Menikmati masa tua di negara yang belum pernah kami kunjungi. Aku benar-benar melakukannya. Kami tinggal di daratan Cina saat itu. Kami pergi ke afrika melihat keadaan alam yang indah di sana, ke amerika serikat melihat teknologi dan kehidupan orang barat, ke eropa, timur tengah, dan asia tenggara.

Ternyata biarpun kami sudah tua kami masih tetap romantis. Aku sungguh mencintai istriku dan begitu pula istriku. Kami bisa saling mencintai dan hidup bersama sampai mati.

Saat itu kesehatanku mulai memburuk. Usiaku sudah hampir mencapai 80 tahun. Aku sudah sangat tua dan sadar kalau sebentar lagi aku akan pergi. Pergi meningglakan keluarga yang amat aku sayangi. Pada akhirnya aku menghembuskan napas terakhirku saat berusia 82 tahun. Selesailah hidup ini. Terasa seperti ada yang lepas.

Aku sadar aku sudah mati. Aku melihat tubuhku terbaring lemah dan dikelilingi oleh keluargaku. Mereka menangisi kepergianku. Aku ingin sekali memberitahu mereka untuk tidak bersedih karena aku bahagia meskipun harus meninggal.

Entah bagaimana caranya tiba-tiba aku ada di depan gerbang rumahku yang besar. Aku berdiri di sana. Menatap rumah megah itu. Untuk apa aku melakukannya?aku hanya kembali menatap hidupku. Dulu rumahku sangat sederhana, sekarang inilah rumahku di akhir hidupku. Aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal pada hidup ini. Sebenarnya kalu disuruh pilih, aku tidak mau meninggalkannya. Tapi aku tidak punya pilihan.

Aku sudah tidak ada. Aku tidak tahu apa aku sekarang. Aku tidak ada, tidak berbentuk, tidak ada semua. Aku melihat sesosok makhluk bercahaya. Dia amat terang berwarna putih. Aku tidak tahu apa dan siapa dia. Dia mendekat dan aku merasakan emosi yang amat dalam. Aku ingin menangis tapi tidak bisa karena aku tidak ada. Aku ingin bertanya tapi tidak bisa karena memang aku tidak ada. Dia memberiku pesan,

“kau sudah menjalani hidup ini dengan baik. Kau berbakti dan melayani orang tuamu dengan baik dan sepenuh hati. Kau mencintai dan setia kepada istrimu. Kau mendidik anak-anakmu dengan benar. Kau juga sudah menjadi dokter yang baik, tidak hanya sebagai pekerjaan tapi juga untuk melayani banyak orang. Kisah hidupmu ini sungguh amat baik dan jangan sampai terlupakan. Aku bangga menjadi pembimbingmu selama kau hidup.”

Setelah cahaya itu hilang, aku juga hilang dari ketidakadaan menjadi ada. Dan itulah aku.

“Dicky!!” ibu memanggilku untuk bangun dari tidurku yang amat panjang itu.

“wow..!! apaan ya tadi itu??aku aneh tapi inget smuanya.ya ampun. Sekarang aku tau harus hidup seperti apa.”

“Iya ma..sebentar lagi aku bangun.”

“Cepat! Ini sudah siang!”

“Iya ma..”

Aku pun keluar dari kamar tidurku. Seperti biasa, sebelum aku keluar, aku selalu mengambil handuk dan setelah keluar, hal pertama yang aku lakukan sama seperti orang cina yang menjadi aku dan aku menjadi dia, yaitu minum segelas air dan pergi mandi.

Semuanya menjadi seperti semula. Aku yang sekarang benar-benar aku. Tapi yang tadi, juga benar-benar aku.

Aku masuk ke kamar mandi di lantai dua. Sesaat sebelum menanggalkan pakaianku, aku kaget! Aku melihat celana dalamku yang semalam masih digantung di sana.

“Wow! Untung aja belum ada yan masuke ke sini..fiuh”

“kalo ada, mati lah gw.. malu..hahahahahahaa!!”

Aku mengambilnya dan langsung mencucinya dengan bersih sehingga aku tidak meninggalkan jejak apapun. Setelah selesai mandi, aku turun ke lantai 1 dan melihat ibuku sedang memasang tampang seram yang seakan siap menerkamku. Aku tidak tahu kenapa dia marah.

“KENAPA KAMU BERAK DI CELANA!!! Liat tu kasur kamu jorok banget! Dari semalem masa kamu ga sadar sih Dicky??!! Dasar malu-maluin kamu! Uda kelas 10 tapi masih berak di celana! Awas kamu ya!!”

“…….”

Yah. Aku ketahuan juga. Malu deh. Tapi tidak apa-apa. Karena kejadian itu juga aku jadi dapat sesuatu yang aku tidak tahu sebelumnya. Tapi aku tidak mau lagi!

“Ga akan pernah! Huh!!”

“Ma, aku berangkat sekolah dulu ya.”

“Sekolah yang pinter ya nak! Jangan berak di celana lagi.hahha”

“Iya ma..@#@$#@$!!”

----------------------------------Selesai----------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar